Rabu, 06 April 2011
Tulisan_4
D. Pemerataan Pembagian Indonesia Timur
Setelah G30S/PKI berhasil ditumpas dan berbagai bukti-bukti yang berhasil dikumpulkan mengarah pada PKI, akhirnya ditarik kesimpulan PKI dituding sebagai dalang di belakang gerakan itu. Hal ini menimbulkan kemarahan rakyat kepada PKI yang diikuti dengan berbagai demonstrasi menuntut pembubaran PKI beserta organisasi massanya (ormasnya) dan tokoh-tokohnya harus diadili. Panglima Kostrad/Pangkopkamtib Mayor Jenderal Soeharto yang diangkat sebagai Menteri/Panglima Angkatan Darat melakukan tindakan-tindakan pembersihan terhadap unsur-unsur PKI dan ormasnya.
Masyarakat luas yang terdiri dari berbagai unsur seperti kalangan partai politik, organisasi massa, perorangan, pemuda, mahasiswa, pelajar, kaum wanita secara serentak membentuk satu kesatuan aksi dalam bentuk Front Pancasila untuk menghancurkan para pendukung G30S/PKI yang diduga didalangi oleh PKI. Mereka menuntut dilaksanakannya penyelesaian politis terhadap mereka yang terlibat dalam gerakan itu. Kesatuan aksi yang muncul untuk menentang Gerakan 30 September 1965 itu diantaranya Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI), Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia (KAPI), Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI), Kesatuan Aksi Sarjana Indonesia (KASI), dan lain-lain. Kesatuan-kesatuan aksi yang tergabung dalam Front Pancasila kemudian lebih dikenal dengan sebutan Angkatan 66.
Mereka yang tergabung dalam Front Pancasila mengadakan demonstrasi di jalan-jalan raya. Pada tanggal 8 Januari 1996 mereka menuju Gedung Sekretariat Negara dengan mengajukan pernyataan bahwa kebijakan ekonomi pemerintah tidak dapat dibenarkan. Kemudian pada tanggal 12 Januari 1966 berbagai kesatuan aksi yang tergabung dalam Front Pancasila berkumpul di halaman Gedung DPR-GR untuk mengajukan Tri Tuntutan Rakyat
(Tritura) yang isinya sebagai berikut :
- Pembubaran TKI beserta organisasi massanya.
- Pembersihan Kabinet Dwikora.
- Penurunan harga-harga barang.
Pada tanggal 15 Januari 1966 diadakan sidang paripurna Kabinet Dwikora di Istana Bogor. Dalam sidang itu hadir para wakil mahasiswa. Presiden Soekarno menuduh bahwa aksi-aksi mahasiswa itu didalangi oleh CIA (Central Intelligence Agency) Amerika Serikat. Kemudian pada tanggal 21 Februaru 1966, Presiden Soekarno mengumumkan perubahan kabinet. Ternyata perubahan itu tidak memuaskan hati rakyat, karena banyak tokoh yang diduga terlibat dalam G30S/PKI masih bercokol di dalam kabinet baru yang terkenal dengan sebutan Kabinet Seratus Menteri.
Pada saat pelantikan Kabinet tanggal 24 Februari 1966, para mahasiswa, pelajar, dan pemuda memenuhi jalan-jalan menuju Istana Merdeka. Aksi itu dihadang oleh Pasukan Cakrabirawa. Hal ini menyebabkan terjadinya bentrokan antara pasukan Cakrabirawa dengan para demonstran. Dalam peristiwa itu, seorang mahasiswa Universitas Indonesia bernama Arief Rahman Hakim gugur dalam bentrokan tersebut.
Perkembangan Kekuasaan Orde Baru
Dengan Surat Perintah 11 Maret 1966 (Supersemar) Soeharto mengatasi keadaan yang serba tidak menentu dan sulit terkendali. Setelah peristiwa G30S/PKI, Negara Republik Indonesia dilanda instabilitas politik akibat tidak tegasnya kepemimpinan Presiden Soekarno dalam mengambil keputusan atas peristiwa itu. Sementara itu, partai-partai politik terpecah belah dalam kelompok-kelompok yang saling bertentangan, antara penentang dan pendukung kebijakan Presiden Soekarno. Selanjutnya terjadilah situasi konflik yang membahayakan persatuan dan keutuhan bangsa.
Melihat situasi konflik antara pendukung Orde Lama dengan Orde Baru semakin bertambah gawat, DPR-GR berpendapat bahwa situasi konflik harus segera diselesaikan secara konstitusional. Pada tanggal 3 Februari 1967 DPR-GR menyampaikan resolusi dan memorandum yang berisi anjuran kepada Ketua Presidium Kabinet Ampera agar diselenggarakan Sidang Istimewa MPRS.
Pada tanggal 20 Februari 1967, Presiden Soekarno menyerahkan kekuasaan pemerintahan kepada Soeharto. Penyerahan kekuasaan dari Presiden Soekarno kepada Soeharto dikukuhkan di dalam Sidang Istimewa MPRS. MPRS dalam Ketetapannya No. XXXIII/MPRS/1967 mencabut kekuasaan pemerintahan negara dari Presiden Soekarno dan mengangkat Soeharto sebagai Pejabat Presiden Republik Indonesia. Dengan adanya Ketetapan MPRS itu, situasi konflik yang merupakan sumber instabilitas politik telah berakhir secara konstitusional.
Sekalipun situasi konflik berhasil diatasi, namun kristalisasi Orde Baru belum selesai. Untuk mencapai stabilitas nasional diperlukan proses yang baik dan wajar, agar dapat dicapai stabilitas yang dinamis, yang mendorong dan mempercepat pembangunan. Proses ini dimulai dari penataan kembali kehidupan politik yang berlandaskan kepada Pancasila dan UUD 1945. dengan adanya peralihan kekuasaan dari Soekarno kepada Soeharto sebagai pemegang tampuk pemerintahan di Indonesia, maka dimulailah babak baru yaitu sejarah Orde Baru.
Pada hakikatnya, Orde Baru merupakan tatanan seluruh kehidupan rakyat, bangsa dan Negara yang diletakkan pada kemurnian pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945 , atau sebagai koreksi terhadap penyelewengan-penyelewengan yang terjadi di masa lampau. Di samping itu juga berupaya menyusun kembali kekuatan bangsa untuk menumbuhkan stabilitas nasional guna mempercepat proses pembangunan bangsa.
Perjuangan dalam rangka meluruskan kembali jalan yang telah diselewengkan, dicetuskan dalam tuntutannya yang dikenal dengan sebutan Tri Tuntutan Rakyat (Tritura). Pada hakikatnya tuntutan itu mengungkapkan keinginan-keinginan rakyat yang mendalam untuk melaksanakan kehidupan bernegara sesuai dengan aspirasi kehidupan dalam situasi kongkret.
Jawaban dari tuntutan itu terdapat dalam ketetapan sebagai berikut :
1. Pengukuhan tindakan Pengemban Surat Perintah Sebelas Maret yang membubarkan PKI beserta organisasi massanya pada sidang MPRS dengan Ketetapan MPRS No. IV/MPRS/1966 dan Ketetapan MPRS No. IX/MPRS/1966.
2. Pelarangan faham dan ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme di Indonesia dengan Tap MPRS No. XXV/MPRS/1966.
3. Pelurusan kembali tertib konstitusional berdasarkan Pancasila dan tertib hukum dengan Tap MPRS No. XX/MPRS/1966.
Usaha penataan kembali kehidupan politik ini dimulai pada awal tahun 1968 dengan penyegaran DPR-GR. Penyegaran ini bertujuan menumbuhkan hak-hak demokrasi dan mencerminkan kekuatan-kekuatan yang ada di dalam masyarakat. Komposisi anggota DPR terdiri dari wakil-wakil partai politik dan golongan karya. Taha selanjutnya adalah penyederhanaan kehidupan kepartaian, keormasan, dan kekaryaan dengan cara pengelompokkan partai-partai politik dan golongan karya. Usaha ini dimulai tahun 1970 dengan mengadakan serangkaian konsultasi dengan pimpinan partai-partai politik.
Hasilnya lahirlah tiga kelompok di DPR yaitu :
1. Kelompok Demokrasi Pembangunan yang terdiri dari partai-partai PNI, Parkindo, Katolik, IPKI, serta Murba
2. Kelompok Persatuan Pembangunan yang terdiri dari partai-partai NU, Partai Muslimin Indonesia, PSII, dan Perti
3. Kelompok Organisasi Profesi seperti organisasi buruh, organisai pemuda, organisasi tani dan nelayan, organisasi seniman, dan lain-lain tergabung dalam kelompok golongan karya
Kebijakan Pemerintah Orde Baru
Setelah berhasil memulihkan kondisi politik bangsa Indonesia, langkah selanjutnya yang ditempuh oleh pemerintah adalah melaksanakan Pembangunan Nasional. Pembangunan Nasional yang diupayakan pada zaman Orde Baru direalisasikan melalui Pembangunan Jangka Pendek dan Pembangunan Jangka Panjang. Pembangunan Jangka Pendek dirancang melalui Pembangunan Lima Tahun (Pelita). Setiap Pelita memiliki misi pembangunan dalam rangka mencapai tingkat kesejahteraan bangsa Indonesia.
Untuk memberikan arah dalam usaha mewujudkan tujuan nasional tersebut maka MPR telah menetapkan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) sejak tahun 1973. Pada dasarnya GBHN merupakan pola umum pembangunan nasional dengan rangkaian program-programnya. GBHN dijabarkan dalam Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita) yang berisi program-program konkret yang akan dilaksanakan dalam kurun waktu lima tahun. Pelaksanaan Repelita telah dimulai sejak tahun 1969.
Pembangunan nasional yang selalu dikumandangkan tidak terlepas dari Trilogi Pembangunan sebagai berikut :
- Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya yang menuju pada terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat.
- Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi.
- Stabilitas Nasional yang sehat dan dinamis.
Selain itu dikumandangkan juga bahwa pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi sebagai akibat pelaksanaan pembangunan tidak akan bermakna apabila tidak diiringi oleh pemerataan pembangunan.
Oleh karena itu, sejak Pelita III pemerintah Orde Baru menetapkan Delapan Jalur Pemerataan yaitu :
1. Pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat, terutama sandang, pangan dan perumahan
2. Pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan dan pelayanan kesehatan
3. Pemerataan pembagian pendapatan
4. Pemerataan kesempatan kerja
5. Pemerataan kesempatan berusaha
6. Pemerataan kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan khususunya bagi generasi muda dan kaum wanita
7. Pemerataan penyebaran pembangunan di seluruh wilayah tanah air
8. Pemerataan kesempatan memperoleh keadilan
Kenyataan bahwa Indonesia belum mampu melaksanakan pemerataan pembangunan mengaharuskan kita untuk juga memikirkan cara lain yang perlu ditempuh agar Indonesia dalam tahun-tahun mendatang lebih berhasil dalam menanggulangi masalah ketimpangan distribusi pendapatan dan pemerataan pembangunan. Dalam hal ini, yang perlu diperhatikan juga adalah strategi pembangunan alternatif yang dapat diterapkan di Indonesia. Jika kita melihat keberhasilan negara-negara Asia Timur seperti Jepang, Korea, Taiwan, Hongkong, dll dalam menggabungkan pertumbuhan ekonomi dengan distribusi pendapatan yang merata, maka akan terlihat bahwa negara-negara tersebut secara umum telah menerapkan tujuh model pembangunan
seperti yang dikemukakan oleh James Weaver, Kenneth Jameson, dan Richard Blue yaitu:
1. Pembangunan yang mengutamakan penciptaan lapangan kerja
2. Pembangunan yang mengutamakan penyaluran kembali investasi untuk membantu golongan penduduk miskin
3. Pembangunan yang terutama untuk memenuhi kebutuhan dasar dari seluruh penduduk
4. Pembangunan yang mengutamakan pengembangan sumber-sumber daya manusia yang harus didahului oleh redistribusi harta produktif
5. Pembangunan yang mengutamakan pembangunan pertanian dulu sebelum bisa mencapai pertumbuhan dengan pemerataan, khususnya dengan usaha land reform
6. Pembangunan yang mengutamakan pembangunan pedesaan terpadu yang menekankan bahwa berbagai usaha pokok sangat diperlukan untuk keberhasilan pembangunan disertai pemerataan
7. Pembangunan yang mengutamakan penataan ekonomi internasional baru yang menekankan bahwa konteks atau lingkungan internasional harus diubah dulu sebelum strategi pembangunan disertai pemerataan dapat berhasil
Hakikat Orde Baru
Tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang diletakkan pada pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
Landasan Orde Baru :
1. Landasan Ideal : Pancasila
2. Landasan Konstitusional : UUD 1945
3. Landasan Operasional : TAP MPRS/MPR
Integrasi Timor-timur ke dalam wilayah Republik Indonesia.
Wilayah Timor Timur merupakan wilayah koloni Portugis sejak abad ke-16 setelah sempat berpindah tangan ke Belanda. Namun demikian, karena jaraknya yang cukup jauh dari Portugis, wilayah Timor Timur tidak diperhatikan oleh pemerintah pusat di Portugis. Pada tahun 1975, terjadi kekacauan politik yang melibatkan partai-partai politik di sana. Partai-partai politik yang bertikai tidak mampu menyelesaikan masalahnya. Hal ini diperparah dengan pemerintah Portugis memilih meninggalkan Timor Timur. Dengan demikian, situasi di Timor Timur menjadi tidak menentu dan tidak jelas pemerintahannya.
Untuk meredakan kekacauan yang terjadi di Timor Timur, sebagian masyarakat Timor Timur mempunyai keinginan menjadi bagian dari negara Republik Indonesia. Keinginan itu disampaikan oleh para pemimpin partai politik yang ada di Timor Timur. Keinginan itu tentu saja disambut dengan baik oleh pemerintah Republik Indonesia. Setelah melalui berbagai proses, akhirnya Timor Timur secara resmi menjadi bagian dari negara Republik Indonesia pada bulan Juli 1976, dan dijadika propinsi yang ke-27.
Namun demikian, ada juga partai politik yang tidak setuju dengan masuknya Timor Timur menjadi wilayah Republik Indonesia. Kelompok ini salah satunya adalah Fretilin. Kelompok inilah yang terus memperjuangkan hak-haknya dengan melakukan gerilya terhadap pemerintah Indonesia. Ketika Presiden Habibie menjabat sebagai Presiden RI tahun 1999, merasa bahwa Timor Timur seperti duri dalam daging. Untuk mengakhiri dilemma itu, Presiden Habibie memberikan dua pilihan kepada rakyat Timor Timur, tetap bersatu atau pisah dengan Indonesia. Usul ini ditanggapi oleh rakyat Timor Timur. Kemudian di masa pemerintahan Habibie digelar jajak pendapat untuk menentukan status Timor Timur. Akhirnya, berdasarkan hasil jajak pendapat pada tahun 1999 Timor Timur secara resmi keluar dari Negara Kesatuan Republik Indonesia dan membentuk negara tersendiri dengan nama Republik Demokrasi Timor Lorosae atau Timor Leste.
Tulisan_3
C. Iklim Dan Geografis
Di dunia ini memiliki 6 Benua secara keseluruhan, yaitu Benua Asia, Amerika, Eropa, Afrika, Australia dan Benua Antartika alias Kutub Selatan. Keenam benua tersebut memiliki batas wilayah / perbatasan antar benua, untuk mengetahui lebih lanjut perbatasan benua silahkan baca : Nama-Nama Benua di Dunia dan Perbatasannya.
Secara geografis dataran Eropa menjadi satu bagian dengan Asia yang dikenal sebagai Eurasia. Secara Ekonomis wilayah ini lebih maju di bandingkan benua- benua lainnya.
1. Letak, Luas, dan Batas-Batas Benua Eropa
Letak benua Eropa : 10 BB- 66 BT dan 34 LU – 71 LU
Luas Benua Eropa : 10.507.630 km/ segi
Batas-Batas Benua Eropa
Sebelah Utara : Samudra Arktik
Sebelah Timur : Benua Asia
Sebelah Selatan : Laut Tengah dan Laut Hitam
Sebelah Barat : Samudra Atlantik
2. Keadaan Alam
Keadaan Alam Benua Eropa dapat dibedakan menjadi tiga bentang alam, yaitu sebagai berikut:
a. Dataran Rendah
Sekitar dua pertiga wilayah Eropa merupakan dataran rendah. Dataran rendah ini membentang dari barat ke timur dan dikelilingi oleh pegunungan Ural., Danau Laut Kaspia, Pegunungan Kaukaskus, Laut Hitam, Pegunun gan Alpen, dan kawasan Skandinavia Timur.
b. Jalur Lautan Lipatan
Jalur pegunungan lipatan terdiri atas pegunungan Alpen, pegunungan Ural, pegunungan Kaukasus. Ketiga pegunungan ini merupakan bagian dari sistem Pegunungan Sikum Mediterania.
c. Dataran Tinggi di Wilayah Semenanjung
Di Benua Eropa terdapat empat semenanjung yang luas, yaitu Semenanjung Skandinavia dibagian utara Eropa, Semenanjung Siberia (Spanyol dan Portugal), Semennanjung Italia (Appenina), dan Semenanjung Balkan (Yunani).
Benua Eropa dapat dibedakan menjadi empat wilayah Iklim yaitu sebagai berikut:
a. Wilayah iklim sedang yang dipengaruhi oleh lautan
Wilayah iklim yang dipengaruhi oleh lautan tersebar dikawasan pantai barat dan kepulauan Inggris.
b. Wilayah iklim sedang yang dipengaruhi oleh daratan
Wilayah iklim sedang yang dipengaruhi oleh daratan tersebar dikawasan pedalaman bagian barat dan timur Eropa.
c. Wilayah iklim Subarktik
Wilayah Iklim Subarktik terdapat disekitar garis lingkaran kutub utara (66,5 LU)
d. Wilayah Iklim Mediteran
Wilayah iklim mediteran tersebar diwilayah Eropa selatan yang berbatasan dengan laut Mediterania.
Iklim
Iklim adalah kondisi rata-rata cuaca dalam waktu yang panjang. Studi tentang iklim dipelajari dalam meteorologi. Iklim di bumi sangat dipengaruhi oleh posisi matahari terhadap bumi. Terdapat beberapa klasifikasi iklim di bumi ini yang ditentukan oleh letak geografis. Secara umum kita dapat menyebutnya sebagai iklim tropis, lintang menengah dan lintang tinggi. Ilmu yang mempelajari tentang iklim adalah klimatologi.
Geografi
Geografi adalah ilmu yang mempelajari tentang lokasi serta persamaan dan perbedaan (variasi) keruangan atas fenomena fisik dan manusia di atas permukaan bumi. Kata geografi berasal dari Bahasa Yunani yaitu gêo ("Bumi") dan graphein ("menulis", atau "menjelaskan").
Geografi juga merupakan nama judul buku bersejarah pada subyek ini, yang terkenal adalah Geographia tulisan Klaudios Ptolemaios (abad kedua).
Geografi lebih dari sekedar kartografi, studi tentang peta. Geografi tidak hanya menjawab apa dan dimana di atas muka bumi, tapi juga mengapa di situ dan tidak di tempat lainnya, kadang diartikan dengan "lokasi pada ruang." Geografi mempelajari hal ini, baik yang disebabkan oleh alam atau manusia. Juga mempelajari akibat yang disebabkan dari perbedaan yang terjadi itu.
Metode
Hubungan keruangan merupakan kunci pada ilmu sinoptik ini, dan menggunakan peta sebagai perangkat utamanya. Kartografi klasik digabungkan dengan pendekatan analisis geografis yang lebih modern kemudian menghasilkan Sistem Informasi Geografis (SIG) yang berbasis komputer.
Geografer menggunakan empat pendekatan:
• Sistematis - Mengelompokkan pengetahuan geografis menjadi kategori yang kemudian dibahas secara global
• Regional - Mempelajari hubungan sistematis antara kategori untuk wilayah tertentu atau lokasi di atas planet.
• Deskriptif - Secara sederhana menjelaskan lokasi suatu masalah dan populasinya.
• Analitis - Menjawab kenapa ditemukan suatu masalah dan populasi tersebut pada wilayah geografis tertentu.
Cabang
Geografi fisik
Cabang ini memusatkan pada geografi sebagai ilmu bumi, menggunakan biologi untuk memahami pola flora dan fauna global, dan matematika dan fisika untuk memahami pergerakan bumi dan hubungannya dengan anggota tata surya yang lain. Termasuk juga di dalamnya ekologi muka bumi dan geografi lingkungan.
Geografi manusia
Cabang geografi non-fisik juga disebut antropogeografi yang fokus sebagai ilmu sosial, aspek non-fisik yang menyebabkan fenomena dunia. Mempelajari bagaimana manusia beradaptasi dengan wilayahnya dan manusia lainnya, dan pada transformasi makroskopis bagaimana manusia berperan di dunia. Bisa dibagi menjadi: geografi ekonomi, geografi politik (termasuk geopolitik), geografi sosial (termasuk geografi kota), geografi feminisme dan geografi militer.
Geografi manusia-lingkungan
Selama masa determinisme lingkungan, geografi bukan merupakan ilmu tentang hubungan keruangan, tetapi tentang bagaimana manusia dan lingkungannya berinteraksi. walaupun paham determinisme lingkungan sudah tidak berkembang, masih ada tradisi kuat di antara geografer untuk mengkaji hubungan antar manusia dengan alam. Terdapat dua bidang pada geografi manusia-lingkungan: ekologi budaya dan politik dam penelitian risiko-bencana. banyak lingkungan yang sudah dirusak oleh manusia, seharusnya sudah menjadi tugas manusia yang harus menjaga dan melestarikan lingkungan, mungkin alam sudah tidak ankan kuat bertahan lagi.
Geografi sejarah
Cabang ini mencari penjelasan bagaimana budaya dari berbagai tempat di bumi berkembang dan menjadi seperti sekarang. Studi tentang muka bumi merupakan satu dari banyak kunci atas bidang ini - banyak disimpulkan tentang pengaruh masyarakat dahulu pada lingkungan dan sekitarnya.
Teknik Geografis
Penginderaan Jauh merupakan terjemahan dari istilah remote sensing, adalah ilmu, teknologi dan seni dalam memperoleh informasi mengenai objek atau fenomena di (dekat) permukaan bumi tanpa kontak langsung dengan objek atau fenomena yang dikaji, melainkan melalui media perekam objek atau fenomena yang memanfaatkan energi yang berasal dari gelombang elektromagnetik dan mewujudkan hasil perekaman tersebut dalam bentuk citra. Pengertian 'tanpa kontak langsung' di sini dapat diartikan secara sempit dan luas. Secara sempit berarti bahwa memang tidak ada kontak antara objek dengan analis, misalnya ketika data citra satelit diproses dan ditransformasi menjadi peta distribusi temperatur permukaan pada saat perekaman. Secara luas berarti bahwa kontak dimungkinkan dalam bentuk aktivitas 'ground truth', yaitu pengumpulan sampel lapangan untuk dijadikan dasar pemodelan melalui interpolasi dan ekstrapolasi pada wilayah yang jauh lebih luas dan pada kerincian yang lebih tinggi.
Pada awalnya penginderaan jauh kurang dipandang sebagai bagian dari geografi, dibandingkan kartografi. Meskipun demikian, lambat laun disadari bahwa penginderaan jauh merupakan satu-satunya alat utama dalam geografi yang mampu memberikan synoptic overview --pandangan secara ringkas namun menyeluruh-- atas suatu wilayah sebagai titik tolak kajian lebih lanjut. Penginderaan jauh juga mampu menghasilkan berbagai macam informasi keruangan dalam konteks ekologis dan kewilayahan yang menjadi ciri kajian geografis. Di samping itu, dari sisi persentasenya, pendidikan penginderaan jauh di Amerika Serikat, Australia dan Eropa lebih banyak diberikan oleh bidang ilmu (departemen, 'school' atau fakultas) geografi.
Dari segi metode yang digunakan, dikenal metode penginderaan jauh manual atau visual dan metode penginderaan jauh digital. Penginderaan jauh manual memanfaatkan citra tercetak atau 'hardcopy' (foto udara, citra hasil pemindaian scanner di pesawat udara maupun satelit) melalui analisis dan interpretasi secara manual/visua]. Penginderaan jauh digital menggunakan citra dalam format digital, misalnya hasil pemotretan kamera digital, hasil pemindaian foto udara yang sudha tercetak, dan hasil pemindaian oleh sensor satelit, dan menganalisisnya dengan bantuan komputer. Baik metode manual maupun digital menghasilkan peta dan laporan. Peta hasil metode manual dapat dikonversi menjadi peta tematik digital melalui proses digitisasi (sering diistilahkan digitasi). Metode manual kadangkala juga dilakukan dengan bantuan komputer, yaitu melalui proses interpretasi di layar monitor (on-screen digitisation), yang langsung menurunkan peta digital. Metode analisis citra digital menurunkan peta tematik digital secara langsung. Peta-peta digital tersebutd dapat di-'lay out' dan dicetak untuk menjadi produk kartografis (disebut basis dat kartografis), namun dapat pula menjaid masukan (input) dalam suatu sistem informasi geografis sebagai basis data geografis. Peta-peta itu untuk selanjutnya menjaid titik toak para geografiwan dalam menjalankan kajian geografinya.
Sistem Informasi Geografis
Sistem Informasi Geografis membahas masalah penyimpanan informasi tentang bumi dengan cara otomatis melalui komputer secara akurat secara informasi. Sebagai tambahan pada subdisiplin ilmu geografi lainnya, spesialis SIG harus mengerti ilmu komputer dan sistem database. SIG memacu revolusi kartografi sehingga sekarang hampir semua pembuatan peta dibuat dengan piranti lunak (software) SIG.
Metode kuantitatif geografi
Metode kuantitatif geografi membahas metode numerik yang khas (atau paling tidak yang banyak ditemukan) dalam geografi. Sebagai tambahan pada analisis keruangan, anda mungkin akan menemukan analisis klaster, analisis diskriminan dan uji statistik non-parametris pada studi geografi.
Tulisan_2
B .Penduduk Dan Kemiskinan
Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi kekurangan hal-hal yang biasa untuk dipunyai seperti makanan , pakaian , tempat berlindung dan air minum, hal-hal ini berhubungan erat dengan kualitas hidup . Kemiskinan kadang juga berarti tidak adanya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan yang mampu mengatasi masalah kemiskinan dan mendapatkan kehormatan yang layak sebagai warga negara. Kemiskinan merupakan masalah global. Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan. Istilah "negara berkembang" biasanya digunakan untuk merujuk kepada negara-negara yang "miskin".
Kemiskinan disebut sebagai masalah sosial, dan bahkan merupakan masalah sosial yang paling rumit dan sulit, karena kemiskinan mendatangkan berbagai gangguan terhadap kehidupan bermasyarakat. Ini tampak jelas dari fakta-fakta bahwa sebagian besar kejahatan terkait baik secara langsung maupun secara tidak langsung dengan kemiskinan. Kasus-kasus seperti pencurian dan perampokan, misalnya, terkait langsung dengan kemiskinan, sedangkan kasus-kasus seperti pengangguran dan kondisi kesehatan yang buruk dengan segala konsekwensinya terkait secara tidak langsung dengan kemiskinan, karena masyarakat miskin tidak mampu mendapatkan pendidikan yang memadai dan makanan yang bergizi.
A. Pengaruh pertumbuhan penduduk terhadap kemiskinan
Indonesia merupakan sebuah Negara kepulauan yang terdiri dari beribu-ribu pulau besar dan kecil dengan luas tabah kira-kira 2 juta km² dan jumlah penduduk yang ke empat terpadat di dunia setelah China, India,dan Amerika.
Sebagaimana diketahui perubahan angka pertumbuhan penduduk disebabkan oleh unsur-unsur :
1. Fertilitas
2. Mortalitas
3. Migrasi
Fertilitas atau kelahiran merupakan salah satu faktor penambah jumlah penduduk disamping migrasi,jumlah kelahiran setiap tahun di Indonesia masih besar, jumlah bayi yang lahir setelah tahun 2000 masih tetap banyak jumlahnya tiap-tiap tahun jumlah kelahiran bayi di Indonesia mencapai sekitar 4,5 juta bayi.
Mortalitas atau kematian merupakan salah satu dari 3 faktor demogarafis selain fertilitas dan migrasi, yang dapat mempengaruhi jumlah dan komposisi umur penduduk, factor social ekonomi seperti pengetahuan tentang kesehatan, gizi dan kesehatan lingkungan, serta kemiskinan merupakan factor individu dan keluarga mempengaruhi mortalitas dalam masyarakat.
Migrasi adalah merupakan gerak perpindahan penduduk dari satu daerah ke daerah lain dengan tujuan untuk menetap di daerah tujuan, migrasi sering diartikan sebagai perpindahan yang relative permanen dari suatu daerah ke daerah lainnya (orangnya disebut migran).
Pertumbuhan penduduk, kualitas sumber daya manusia (SDM) yang rendah, dan sempitnya kesempatan kerja merupakan akar permasalahan kemiskinan. Jadi aspek demografis mempunyai kaitan erat dengan masalah kemiskinan yang dihadapi di Indonesia pada saat ini. Daerah miskin sering ditinggalkan penduduknya untuk bermigrasi ke tempat lain dengan alasan mencari kerja.
Banyak ide dan teori yang sudah dipaparkan cendekiawan-cendekiawan terdahulu mengenai hubungan antara pertumbuhan penduduk dan kemiskinan. Salah satunya adalah Malthus. Malthus meyakini jika pertumbuhan penduduk tidak dikendalikan maka suatu saat nanti sumber daya alam akan habis. Sehingga muncul wabah penyakit, kelaparan, dan berbagai macam penderitaan manusia.
Philip Hauser menganggap kemiskinan tercipta dari tidak optimalnya tenaga kerja dalam bekerja dikarenakan adanya ketidakcocokan antara pendidikan dan pekerjaan yang ditekuni. Hal ini disebabkan oleh tingginya jumlah penduduk yang masuk ke pasar kerja sehingga memaksa pencari kerja untuk mendapatkan pekerjaan secepat-cepatnya walaupun tidak sesuai dengan latar belakang pendidikannya akibat ketatnya persaingan dalam mencari kerja.
Kedua pemaparan ahli tersebut bermuara ke satu arah yakni jumlah penduduk yang besar sebagai penyebab timbulnya kemiskinan, Tinggi rendahnya jumlah penduduk dipengaruhi oleh proses demografi yakni; kelahiran, kematian, dan migrasi. Tingkat kelahiran yang tinggi sudah barang tentu akan meningkatkan tingkat pertumbuhan penduduk. Namun demikian, tingkat kelahiran yang tinggi di Indonesia kebanyakan berasal dari kategori penduduk golongan miskin. Sampai-sampai ada idiom yang menyebutkan bahwa ''tidak ada yang bertambah dari keluarga miskin kecuali anak''.
Selain meningkatkan beban tanggungan keluarga, anak yang tinggal di keluarga miskin sangat terancam kondisi kesehatannya akibat buruknya kondisi lingkungan tempat tinggal dan ketidakmampuan keluarga untuk mengakses sarana kesehatan jika anak mengalami sakit. Hal yang sama juga dialami ibu hamil dari keluarga miskin. Buruknya gizi yang diperoleh semasa kehamilan memperbesar resiko bayi yang dilahirkan tidak lahir normal maupun ancaman kematian ibu saat persalinan. Maka dari itu infant mortality rate (tingkat kematian bayi) dan maternal mortality rate (tingkat kematian ibu) di golongan keluarga miskin cukup besar. Tingkat kematian merupakan indikator baik atau buruknya layanan kesehatan di suatu negara. Tingkat kematian penduduk di negara berkembang, termasuk Indonesia, masih didominasi golongan penduduk miskin.
Masalah migrasi juga memicu pertambahan penduduk secara regional. Salah satu contohnya adalah kasus Pulau Jawa. Pulau Jawa luasnya hanya 7 persen dari total luas wilayah nasional namun penduduk yang berdiam di Jawa adalah 60 persen dari total jumlah penduduk Indonesia. Kesenjangan antar pulau ini menyebabkan munculnya kemiskinan baik di pulau-pulau luar yang tidak berkembang maupun di Pulau Jawa sebagai akibat ketidakmampuan mayoritas penduduk mendatang maupun lokal yang kalah bersaing dalam mendapatkan penghidupan yang layak.
B. Pengentasan kemiskinan melalui kebijakan kependudukan
Pertumbuhan penduduk yang pesat dapat berimplikasi negatif pada pertumbuhan ekonomi dan upah serta kemiskinan jika tidak dibarengi oleh program pelayanan kesehatan dan pendidikan dasar bagi publik. dan dari telaahan terhadap beberapa penelitian menjelang tahun 2000, diperoleh kesimpulan bahwa (1) pertumbuhan penduduk mempunyai hubungan kuat-negatif dan signifikan terhadap laju pertumbuhan ekonomi, (2) penurunan pesat dari fertilitas memberikan kontribusi relevan terhadap penurunan kemiskinan. Penemuan baru ini memberikan kesan yang amat kuat, dibanding sebelumnya, bahwa fertilitas tinggi di negara berkembang selama ini ternyata merupakan salah satu sebab dari kemiskinan yang terus menerus, baik pada tingkat keluarga ataupun pada tingkat makro (Birdsal dan Sanding, 2001 dalam Sri Moertiningsih, 2005).
Program penanganan permasalahan kemiskinan pada dasarnya harus berpulang kepada esensi dasar permasalahan kemiskinan. Kemiskinan di satu sisi dipandang sebagai dampak permasalahan ekonomi makro, pertikaian politik, konflik sosial di masyarakat, dan lain-lain. Namun di sisi lain kemiskinan pada dasarya juga merupakan permasalahan kependudukan.
Permasalahan kependudukan hanya berputar pada masalah pokok demogarafis yaitu fertilitas (kelahiran), Mortalitas(kematian) dan mobilitas(migrasi), secara sepintas permasalahan ini Nampak sederhana namun jika menyadari bahwa permasalahan kependudukan tidak mengkaji individu per individu, masalah yang sesungguhnya tidak pernah sederhana oleh karena itu pada sisi lain permasalahn kependudukan dapat melebar ke berbagai permasalahan social ekonomi lain, ketenagakerjaan dan kemiskinan sebagai contoh adalah isu yang sangat erat dan sering dianggap sebagai bagian dari permasalahan kependududukan . Karenanya tidaka mengherankan bahwa Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)merasa ikut bertanggung jawab dengan masalah kemiskinan dan lembaga ini.
Program-program pembangunan yang dilaksanakan selama ini selalu memberikan perhatian besar terhadap upaya pengentasan kemiskinan karena pada dasarnya pembangunan yang dilakukan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Meskipun demikian, masalah kemiskinan sampai saat ini terus-menerus menjadi masalah yang berkepanjangan.
Kemiskinan yang telah melanda Indonesia saat ini perlulah ditinjau dari segi hukum,hukum berpengaruh pada kemiskinan melalui kebijakan-kebijakan, jadi hukum lah yang menormatifkan segala ide dan gagasan yang dirangkum dalam sebuah kebijakan yakni berupa Undang-Undang.
Meskipun pada umumnya sudah diketahui manfaat pendekatan multi disiplin dengan mengikutsertakan berbagai cabang ilmu pengetahuan , seperti medic, sosiologi, demografi ekonomi dan lainnya dalam upaya melembagakan dan membudidayakan KB dalam masyarakat tetapi hubungan antara bidang hukum dengan masalah KB, kependudukan masih perlu ditegaskan sebagai masalah yang belum banyak diketahui oleh umum.
Program penanganan kemiskinan melalui kebijakan kependudukan dapat menjadi salah satu alternatif bagi pengentasan kemiskinan. Salah satu contoh penerapan kebijakan kependudukan bagi pengentasan kemiskinan adalah dengan pencanangan KB (Keluarga berencana) dengan cara penyediaan kontrasepsi gratis bagi keluarga miskin. Hal ini dapat secara signifikan menurunkan tingkat kelahiran di keluarga miskin sehingga program penanganan kemiskinan yang dilakukan setelahnya dapat berjalan lebih optimal dan terasa.
Pemerintah daerah dapat menghemat dana program penanganan kemiskinan dengan mengalokasikannya ke kampanye penggunaan alat kontrasepsi (misalnya). Selain itu pemerintah daerah akan menjadi lebih fokus terhadap kelompok rumah tangga miskin yang sudah bisa mengendalikan tingkat kelahiran mereka. Beban tanggungan mereka yang berupa anak akan menjadi lebih sedikit, sehingga program penanganan kemiskinan akan lebih terasa dan bermakna untuk pengembangan mereka.
Perubahan kebijakan kependudukan
Penduduk miskin masih sangat banyak dan meningkatnya pengangguran akibat krisis adalah adalah dua masalah yang sangat penting untuk diperhatikan, sementara itu daya tampung dan daya dukung lingkungan makin lama makin menghawatirkan. Dengan kebijakan penduduk yang selama ini, hasil-hasil positif yang diperoleh dikhawatirkan akan tidak bisa berlanjut oleh karenanya perlu adanya pengkajian ulang tentang kebijakan-kebijakan kependudukan untuk mengubahnya kearah yang lebih responsive dengan keadaan pada masa mendatang.
Tuntutan terhadap perubahan kebijakan kependudukan adalah kearah perubahan yang lebih mendasar, tidak sekadar tambal sulam. Kebijakan kependudukan sudah tidak dapat ditawar lagi kebijakan-kebijakan kependudukan hendaknya mengacu pada isu-isu yang ada selama ini, pemerintah dalam meninjau kebijakan kependudukan yang ada dan merumuskan kebijakan kependudukan yang baru yang mampu mengendalikan pertumbuhan dan persebaran penduduk tetapi lebih penting lagi bias memperbaikai martabat dan kualitas dari penduduk Indonesia.
Selama ini arah kebijakan kependudukan lebih banyak ditujukan pada target-target kuantitaif dari parameter-parameter demografis seperti penurunan angka fertilitas dan mortalitas serta jumlah peserta program transmigrasi, target-target tersebut menjadi sesuatu yang tidak bias ditawar lagi dan harus dicapai apapun jalan yang harus ditempuh akibanya di kalangan pelaksana program biasanya diikuti dengan pendekatanyang kurang simpatik terhadap kelompok sasaran. Hasilnya tidak cukup memadai kalaupun cukup memadai keberlangsungannya dapat dipertanyakan, oleh karenanya orientasi pada kualitas baik dalam proses implementasi program maupun hasil yang dihaarapkan yaitu kualitas penduduk sudah saatnya menjadi arah kebijakan dan program yang baru.
Dalam kerangka pemikiran ini penting untuk menempatkan hak-hak asasi manusia sebagai bagian yang tak terpisahkan dari kebijakan dan program kependudukan, isu ini dalam kebijakan dan program kependudukan yang sebelumnya tidak terlalu diabaikan , hak-hak tersebut yang terkait dalam dengan pengendalian pertumbuhan penduduk yaitu hak-hak reproduksi sehingga orientasi program keluarga berencana sudah saatnya untuk bergeser ke program kesehatan reproduksi. Kebijakan penurunan mortalitas juga sangat erat dengan masalah hak asasi warga Negara . pada implementasinya program pemerintah harus menjamin hak-hak itu dalam bentuk antara lain menjamin tersedianya pelayanan kesehatan, masalah hak asasi juga harus menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kebijakan kependudukan lain seperti mobilitas penduduk dan pemberantasan kemiskinan.
Apabila segala kebijakan kependudukan jika telah tercapai pada akhirnya akan mengarah pada kesejahteraan dan menghapuskan kemiskinan, karena jika jumlah penduduk tidak terlalu tinggi dan proporsi penduduk ini berkualitas maka kesejahteraan akan tercapai dan akan menghapuskan kemiskinan,maka pengentasan kemiskian perlulah ditinjau dari kebijakan kependudukan.
Tulisan_1
A. Dualisme Kepemimpinan / Peraturan
Dualisme adalah konsep filsafat yang menyatakan ada dua substansi. Dalam pandangan tentang hubungan antara jiwa dan raga, dualisme mengklaim bahwa fenomena mental adalah entitas non-fisik.
Gagasan tentang dualisme jiwa dan raga berasal setidaknya sejak zaman Plato dan Aristoteles dan berhubungan dengan spekulasi tantang eksistensi jiwa yang terkait dengan kecerdasan dan kebijakan. Plato dan Aristoteles berpendapat, dengan alasan berbeda, bahwa "kecerdasan" seseorang (bagian dari pikiran atau jiwa) tidak bisa diidentifikasi atau dijelaskan dengan fisik.
Versi dari dualisme yang dikenal secara umum diterapkan oleh René Descartes (1641), yang berpendapat bahwa pikiran adalah substansi nonfisik. Descartes adalah yang pertama kali mengidentifikasi dengan jelas pikiran dengan kesadaran dan membedakannya dengan otak, sebagai tempat kecerdasan. Sehingga, dia adalah yang pertama merumuskan permasalahan jiwa-raga dalam bentuknya yang ada sekarang. Dualisme bertentangan dengan berbagai jenis monisme, termasuk fisikalisme dan fenomenalisme. Substansi dualisme bertentangan dengan semua jenis materialisme, tetapi dualisme properti dapat dianggap sejenis materilasme emergent sehingga akan hanya bertentangan dengan materialisme non-emergent.
Kepemimpinan
Kepemimpinan adalah proses memengaruhi atau memberi contoh oleh pemimpin kepada pengikutnya dalam upaya mencapai tujuan organisasi. Cara alamiah mempelajari kepemimpinan adalah "melakukanya dalam kerja" dengan praktik seperti pemagangan pada seorang senima ahli, pengrajin, atau praktisi. Dalam hubungan ini sang ahli diharapkan sebagai bagian dari peranya memberikan pengajaran/instruksi.
Ciri-Ciri Seorang Pemimpin
Kebanyakan orang masih cenderung mengatakan bahwa pemimipin yang efektif mempunyai sifat atau ciri-ciri tertentu yang sangat penting misalnya, kharisma, pandangan ke depan, daya persuasi, dan intensitas. Dan memang, apabila kita berpikir tentang pemimpin yang heroik seperti Napoleon, Washington, Lincoln, Churcill, Sukarno, Jenderal Sudirman, dan sebagainya kita harus mengakui bahwa sifat-sifat seperti itu melekat pada diri mereka dan telah mereka manfaatkan untuk mencapai tujuan yang mereka inginkan.
Kepemimpinan Yang Efektif
Barangkali pandangan pesimistis tentang keahlian-keahlian kepemimpinan ini telah menyebabkan munculnya ratusan buku yang membahas kepemimpinan. Terdapat nasihat tentang siapa yang harus ditiru (Attila the Hun), apa yang harus diraih (kedamaian jiwa), apa yang harus dipelajari (kegagalan), apa yang harus diperjuangkan (karisma), perlu tidaknya pendelegasian (kadang-kadang), perlu tidaknya berkolaborasi (mungkin), pemimpin-pemimpin rahasia Amerika (wanita), kualitas-kualitas pribadi dari kepemimpinan (integritas), bagaimana meraih kredibilitas (bisa dipercaya), bagaimana menjadi pemimipin yang otentik (temukan pemimpin dalam diri anda), dan sembilan hukum alam kepemimpinan (jangan tanya). Terdapat lebih dari 3000 buku yang judulnya mengandung kata pemimipin (leader). Bagaimana menjadi pemimpin yang efektif tidak perlu diulas oleh sebuah buku. Guru manajeman terkenal, Peter Drucker, menjawabnya hanya dengan beberapa kalimat: "pondasi dari kepemimpinan yang efektif adalah berpikir berdasar misi organisasi, mendefinisikannya dan menegakkannya, secara jelas dan nyata.
Kepemimpinan Karismatik
Max Weber, seorang sosiolog, adalah ilmuan pertama yang membahas kepemimpinan karismatik. Lebih dari seabad yang lalu, ia mendefinisikan karisma (yang berasal dari bahasa Yunani yang berarti "anugerah") sebagai "suatu sifat tertentu dari seseorang, yang membedakan mereka dari orang kebanyakan dan biasanya dipandang sebagai kemampuan atau kualitas supernatural, manusia super, atau paling tidak daya-daya istimewa. Kemampuan-kemampuan ini tidak dimiliki oleh orang biasa, tetapi dianggap sebagai kekuatan yang bersumber dari yang Ilahi, dan berdasarkan hal ini seseorang kemudian dianggap sebagai seorang pemimpin.
Langganan:
Postingan (Atom)