Senin, 10 Desember 2012
Pengertian Camels dalam perbankan
PENGERTIAN CAMEL
Dalam kamus Perbankan (Institut Bankir Indonesia), edisi kedua tahun 1999: CAMEL adalah aspek yang paling banyak berpengaruh terhadap kondisi keuangan bank, yang mempengaruhi pula tingkat kesehatan bank, CAMEL merupakan tolok yang menjadi obyek pemeriksaan bank yang dilakukan oleh pengawas bank. CAMEL terdiri atas lima criteria yaitu modal, aktiva, manajemen, pendapatan dan likuiditas.
Berdasarkan kamus Perbankan (Institut Bankir Indonesia), edisi kedua tahun 1999, peringkat CAMEL dibawah 81memperlihatkan kondisi keuangan yang lemah yang ditunjukan oleh neraca bank, seperti rasio kredit tak lancar terhadap total aktiva yang meningkat, apabila hal tersebut tidak diatasi akan mengganggu kelangsungan usaha bank, bank yang terdaftar pada pengawasan dianggap sebagai bank bermasalah dan diperiksa lebih sering oleh pengawas bank jika dibandingkan dengan bank yang tidak bermasalah. Bank dengan peringkat CAMEL diatas 81 adalah bank dengan pendapatan yang kuat dan aktiva tak lancer sedikit, peringkat CAMEL tidak pernah diinformasikan secara luas.
Rasio CAMEL adalah menggambarkan suatu hubungan atau perbandingan antara suatu jumlah tertentu dengan jumlah yang lain. dengan analisis rasio dapat diperoleh gambaran baik buruknya keadaan atau posisi keuangan suatu bank. Manfaat Rasio Keuangan untuk Memprediksi Kebangkrutan Machfoedz (1994) menguji manfaat rasio keuangan dalam memprediksi laba perusahaan dimasa yang akan datang. Rasio keuangan yang digunakan adalah cash flows/current liabilities, net worth and total liabilities/fixed assets, gross profit/sales, operating income/sales, net income/sales, quick assets/inventory, operating income/total liabilities,net worth/sales, current liabilities/net worth, dan net worth/total liabilities. Ditemukan bahwa rasio keuangan yang digunakan dalam model bermanfaat untuk memprediksi laba satu tahun ke muka, namun tidak bermanfaat untuk memprediksi lebih dari satu tahun. Penelitian berkaitan dengan prediksi kebangkrutan bank di Indonesia dilakukan oleh Wilopo (2001). Penyampelan dalam penelitian ini dilakukan secara cluster yaitu 235 bank pada akhir tahun 1996 dibagi menjadi 16 ban terlikuidasi dan 219 bank yang tidak dilikuidasi, selanjutnya diambil 40% sebagai sampel estimasi, terdiri atas 7 bank terlikuidasi dan 87 bank yang tidak dilikuidasi. Kemudian dari 215 bank pada akhir tahun 1997 yang terdiri atas 38 bank terlikuidasi dan 177 bank pada tahun 1999 yang tidak dilikuidasi, diambil 40% sebagai sampel validasi yang terdiri atas 16 bank terlikuidasi dan 70 bank yang tidak dilikuidasi. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini untuk memprediksikan kebangkrutan bank adalah rasio keuangan model CAMEL (13 rasio), besaran (size) bank yang diukur dengan log. assets, dan variabel dummy (kredit lancar dan
manajemen). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara keseluruhan tingkat prediksi
variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini tinggi (lebih dari 50% sebagai cutoff
value-nya). Tetapi jika dilihat dari tipe kesalahan yang terjadi tampak bahwa kekuatan
prediksi untuk bank yang dilikuidasi 0% karena dari sampel bank yang dilikuidasi,
semuanya diprediksikan tidak dilikuidasi. Dengan demikian hasil penelitian ini tidak
mendukung hipotesis yang diajukan bahwa “rasio keuangan model CAMEL, besaran (size)
bank serta kepatuhan terhadap Bank Indonesia” dapat digunakan untuk memprediksikan
kegagalan bank di Indonesia. Simpulan ini diambil didasarkan atas tipe kesalahan yang
terjadi, khusus kasus di Indonesia ternyata rasio CAMEL serta variabel-variabel
independen lain yang digunakan dalam penelitian ini belum dapat memprediksikan
kegagalan bank. Dengan demikian perlu eksplorasi lebih lanjut terhadap variabel lain di
luar rasio keuangan agar diperoleh model yang lebih tepat untuk memprediksikan
kegagalan bank.
Sedangkan penelitian yang dilakukan Swandari (2002) berusaha untuk menganalisa
apakah tingginya perilaku risiko dari pemegang saham, kepemilikan institusi dan kinerja
mempengaruhi kebangkrutan bank. Sampel penelitian ini terdiri dari bank yang
dikategorikan fail dan bank yang sehat yang terdiri atas 25 bank yang dikategorikan fail
dan 35 bank yang sehat atau survive. Dalam penelitian ini variabel kinerja diproksikan
dengan NITA (laba bersih / total aktiva) dan FUTL (laba operasi / total kewajiban), selain
itu dalam penelitian ini juga memasukkan variabel kontrol yaitu size perusahaan dan
jumlah modal. Diprediksikan bahwa perilaku risiko berpengaruh positif terhadap kebangkrutan bank, sedangkan porsi kepemilikan institusi dan kinerja berpengaruh negatif
terhadap kebangkrutan bank. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa:
1. Variabel perilaku resiko memiliki tanda sesuai dengan prediksi namun secara statistik
tidak signifikan atau dapat dikatakan hipotesis yang dinyatakan dalam penelitian ini
ditolak. Hasil ini sejalan dengan teori agency cost of debt yang menyatakan bahwa
perusahaan dengan tingkat hutang yang tinggi akan menyebabkan manajer atau pemilik
bank berperilaku lebih beresiko atas beban debtholder atau para deposan. Dengan kata
lain, pemilik akan berupaya meningkatkan nilai opsi call dari saham yang mereka
miliki.
2. Variabel proksi kepemilikan institusi juga memiliki tanda sesuai prediksi namun secara
statistik tidak signifikan atau dapat dikatakan hipotesis yang dinyatakan dalam
penelitian ini ditolak..
3. Sedangkan dua variabel kinerja yang digunakan yaitu NITA dan FUTL, keduanya
memberikan dukungan terhadap hipotesis yang dinyatakan dalam penelitian ini.
Penelitian yang dilakukan oleh Haryati (2002) berusaha untuk menganalisa: (1) apakah
terdapat perbedaan bermakna kinerja keuangan yang diukur dari rasio cadangan
penghapusan kredit terhadap kredit, ROA, efisiensi dan LDR antar bank kelompok kategori
A, B dan C, dan (2) apakah rasio keuangan tersebut mempunyai pengaruh yang bermakna
terhadap kemungkinan kebangkrutan bank-bank kategori A, B dan C. Hasil dari penelitian
ini adalah empat rasio keuangan yang digunakan ternyata rasio ROA, Efisiensi dan LDR
mempunyai perbedaan yang signifikan di antara bank-bank dalam kategori A, B dan C.
Adapun rasio Cadangan Penghapusan Kredit terhadap Kredit tidak mempunyai perbedaan
bermakna mengingat pengukuran rasio ini untuk menilai kualitas asset dari bank kurang
tepat (tidak sesuai dengan pengukuran sebagaimana telah ditentukan oleh Bank Indonesia).
Penggunaan rasio keuangan yang mempunyai perbedaan signifikan dalam model logistic regression untuk menguji prediksi kebangkrutan bank-bank dalam kategori bangkrut
adalah akurat yang ditunjukkan dengan tingkat kemaknaan 0,00%. Dari ketiga rasio ROA,
Efisiensi dan LDR hanya rasio ROA yang mempunyai pengaruh bermakna terhadap
kemungkinan kebangkrutan bank.
Etty M. Nasser dan Titik Aryati (2000) menyimpulkan bahwa dengan uji univariate
ada dua jenis rasio yang signifikan yang membedakan bank sehat dan bank gagal yaitu
rasio EATAR dan OPM. Untuk rasio keuangan yang dominan mempengaruhi kegagalan
dan keberhasilan bank adalah EATAR dan PBTA melalui analisis Stepwise Statistic, dan
dengan analisis Casewise Statistic dapat diketahui tingkat keberhasilan keseluruhan dari
fungsi diskriminan dan untuk peramalan empat tahun sebelum bangkrut adalah 67,6 %.
Penelitian ini menggunakan bank go public sebagai sampel. Variabel bebas yang
digunakan adalah beberapa rasio-rasio keuangan model CAMEL yaitu CAR1, CAR2, ETA,
RORA, ALR, NPM, OPM, ROA, ROE, BOPO, PBTA, EATAR, dan LDR. Sedangkan
yang menjadi variabel terikat adalah Financial Distress dengan dua alternatif yaitu bank
sehat dan bank gagal.
Secara empiris tingkat kegagalan bisnis dan kebangkrutan bank dengan menggunakan
rasio-rasio keuangan model CAMEL dapat dibuktikan sebagaimana yang telah dilakukan
oleh beberapa peneliti yaitu : Thomson (1991) dalam Wilopo (2001) yang menguji manfaat
rasio keuangan CAMEL dalam memprediksi kegagalan bank di USA pada tahun 1980an
dengan menggunakan alat statistik regresi logit, Whalen dan Thomson (1988) dalam
Wilopo (2001) menemukan bahwa rasio keuangan CAMEL cukup akurat dalam menyusun
rating bank, dan di Indonesia Surifah (1999) menguji manfaat rasio keuangan dalam
memprediksi kebangkrutan bank dengan menggunakan model CAMEL.
Sumber : http://arririchadd.wordpress.com/2012/04/30/camels/
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar